Evangelisasi baru melalui karya musik daerah merupakan sebuah metode pewartaan
baru di Keuskupan Agung Pontianak. Sebagai sesuatu yang baru tentunya metode
ini sudah pastinya akan menuai berbagai tanggapan baik posisif maupun negatif
dari berbagai pihak. Namun sebagai seorang calon katekis profesional, tanggapan
berupa kritik dan saran sudah pastinya akan semakin memperkaya dan
mengembangkan diri agar lebih mengoptimalkan sebuah karya dan pelayanan. Dalam
tulisan ini, kaum muda sebagai fokus utama sekaligus sebagai subyek dalam
keseluruhan proses. Dikatakan sebagai subyek karena kaum muda itulah yang
diharapkan menjadi penggerak utama dalam mengembangkan iman umat melalui karya
musik daerah yang sudah tidak asing lagi terdengar di telingan umat. Namun
terlepas dari itu, penulis juga sangat mengharapkan dukungan berupa materil dan
spirituil dari pimpinan dan dewan Gereja setempat. Oleh karena itu, pada bagian
Penutup ini penulis akan memberikan saran atau usulan kepada pihak-pihak
terkait untuk semakin memperjelas isi tulisan ini dan sebelumnya membuat
kesimpulan keseluruhan.
Setiap daerah
memang kaya akan karya seninya. Secara khusus tulisan ini telah membahas
mengenai karya seni (musik) dan budaya yang ada di Kalimantan Barat. Peran
serta setiap komunitas seni sangat mendukung berkembangnya bakat dan minat tiap
pribadi yang ada di Keuskupan Agung Pontianak, Kalimantan Barat. Kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak adalah fokus dalam tulisan ini. Fakta-kakta yang
membuktikan peran serta mereka dalam melestarikan budaya setempat terlihat
dengan diselenggarakannya Gawai Dayak di Yogyakarta setiap satu tahun sekali,
menjadi anggota komunitas sanggar seni, dan dalam seminar-seminar budaya.
Terlebih dalam bidang seni musik. Pihak Gereja pun memberi dukungan (walau
masih bersifat personal/ individu) dengan menyediakan diri sebagai motivator
dan penggerak kaum muda yang berbakat dalam bidang musik. Namun usaha lokakarya
Pusat Musik Liturgi Yogyakarta dalam mengangkat musik daerah dalam Gereja juga
memiliki peran yang amat penting dalam sebuah musik inkulturasi. Penulis
melihat peluang yang sangat bagus untuk sebuah evangelisasi baru melalui karya
musik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis berharap iman umat di
Keuskupan Agung Pontianak semakin berkembang dengan pewartaan melalui musik
yang tidak asing di telinga mereka.
Ciri
pewartaan yang menjadi harapan di sini ialah umat semakin berani menatap masa depannya
tanpa keraguan akan sebuah kegagalan karena yakin dan percaya bahwa Allah
(Jubata) beserta mereka. Langkah pertama yang akan penulis ambil untuk
memperkenalkan pewartaan dengan cara seperti dimulai di lingkungan atau
kring-kring dalam sebuah paroki, tentunya dengan berkoordinasi dengan
katekis-katekis yang ada.
Sebagai sebuah cara
baru dalam pewartaan, tentunya ini akan membingungkan umat. Namun penulis
yakin, tidak ada yang tidak bisa dilakukan asalkan disertai dengan usaha dan
kerja keras serta doa mohon penyelenggaran Allah karena tidak ada yang tidak
mungkin bagiNya. Evangelisasi baru melalui karya musik daerah ini sudah pasti
tidak lepas dari unsur sarana sekaligus sumber utamanya yaitu musik daerah.
Penulis telah memberikan contoh musik yang dapat digunakan sebagai sarana dan
sumber dalam pewartaan.
Dilihat
peranan musik yang begitu besar dalam kehidupan manusia, apalagi hingga menjadi
sebuah sarana sekaligus sumber bahan untuk menuju metanoia, jelaslah sudah
bahwa musik sangat relevan dan mampu menjadi media yang sempurna dalam
mengembangkan tingkat religius seseorang atau komunitas tertentu. Oleh karena
itu tidak ada salahnya jika pengalaman dalam hidup diangkat dalam syair lagu
sehingga menjadi sebuah kesaksian hidup yang mempu menguatkan serta memberi
motivasi pada setiap orang. Kesaksian hidup sangat berarti dan memiliki nilai
seni ketika diungkapkan melalui sebuah lagu. Kesaksian hidup yang memiliki
nilai seni merupakan wujud daya kreativitas manusia yang tidak hanya memandang
dari sisi luar/ harafiahnya saja namun mencoba menggali sejauh mana sebuah
kesaksian hidup dapat terungkapkan dengan memperhatikan nilai-nilai
seni yang ada.
Saran/ Usulan
1. Bagi Para Katekis
a. Mampu mengembangkan metode berkatekese
di tengah umat, misalnya dengan mengangkat musik asli
daerah sebagai sarana dan sumber berkatekese seperti yang dimaksud dalam
tulisan ini.
b. Mengembangkan inkulturasi dalam
Gereja. Mengingat inkulturasi merupakan hal penting dalam rangka menyentuh hati
umat dengan budaya mereka sendiri terutama yang berkaitan dengan bahasa dan
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang telah terpola. Dan dalam hal ini, model
pewartaan katekis, “masuk melalui pintu mereka dan keluar melalui pintu kita”.
c. Pewartaan iman pada hakikatnya adalah
kesaksian iman, maka si pewarta perlu merefleksikan imannya sambil menaruh
perhatian bagaimana peserta komunikasi iman menghayati pokok iman yang mau
ditawarkan sampai akhirnya bagaimana kedua pihak berusaha mengarah dan mencapai
apa yang seharusnya. Di sini juga proses internalisasi patut mendapat perhatian
secukupnya (bdk. Komkat KWI, 1997: 20).
2. Bagi Sanggar-sanggar Seni di Keuskupan
Agung Pontianak
a. Memberikan peluang secara lebih luas
lagi kepada kaum muda untuk mengembangkan bakat dalam bidang seni, misalnya
dengan mengadakan festival atau lomba seni dan budaya.
b. Membuat dokumentasi kegiatan baik
secara tertulis, video maupun audio secara lengkap. Hal ini dianggap penting
karena dapat digunakan sebagai acuan dalam refleksi dan evaluasi untuk kegiatan
ke depan. Alasan lain, agar orang lain yang membutuhkan dokumentasi kegiatan
(seperti penulis) untuk keperluan tertentu dapat segera diberikan.
3. Bagi Kaum Muda di Keuskupan Agung
Pontianak
a. Memiliki rasa tanggungjawab terhadap
kesenian (misalnya musik) daerah sehingga bukan hanya lagu pop yang diminati
dan diperdalam namun lagu dan musik yang daerah asli juga seharusnya yang utama
untuk dipelajari sekaligus dinikmati; misalnya dapat diperdalam/ dipelajari di
sanggar seni.
b. Bagi kaum muda yang berbakat di bidang
seni, dapat membuat lagu tentang kesaksian pengalaman beserta pergulatan
hidupnya dalam hubungan dengan Yang Ilahi agar pengalaman yang telah digubah
ini memberi cerminan bagi orang lain.
c. Kaum muda adalah “agent of change”.
Kaum muda harus berani menyadari hal ini secara positif. Sebagai pembaharu
mereka harus mampu membuat pembaharuan dan perkembangan terhadap dirinya
sendiri terlebih dahulu kemudian pembaharuan demi perubahan sosial dalam
masyarakat (bdk. Tangdilintin, 2008: 29).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda disini...